WAYANG TOPENG MALANG
STRUKTUR, SIMBOL, DAN MAKNA WAYANG TOPENG MALANG
Robby Hidajat
Abstract: Wayang topeng of Malang is a performing art with its own special characteristics. Its survival is due to the supporting local commu-nity. The relationship between wayang topeng performance and the local community is not only functional but also characterized by symbiotic mu-tualism, where symbolic meanings often show up in the performance.This truly gives sociocultural significance to the supporting community,as often shown by the structure of the performance.Key words: wayang topeng, performance structure, symbolic meanings.
Pada akhir abad XVIII tercatat adanya Wayang Topeng yang dipertunjukkan di Pendapa Kabupaten Malang, yaitu waktu pemerintahan Bupati Malang; A.A. Surya Adiningrat yang memerintah tahun 1898-1934 (Pigeaud, 1938, Supriyanto & Adi Pramono, 1997, Onghokham, 1972). Sekitar tahun 1930-an Pigeaud mencatat beberapa perkumpulan wayang topeng di Jawa, terma-suk wayang topeng di daerah Malang bagian selatan; Senggreng, Jenggala,Wijiamba, dan Turen. Perkumpulan wayang topeng yang satu dengan perkumpulan yang lain masih saling berhubungan. Kontak antara perkum-pulan yang satu dengan perkumpulan yang lain dikarenakan kebutuhan pe-ngadaan topeng. Perkumpulan yang tidak mempunyai pengukir topeng selalu memesan pada seniman pengukir topeng dari daerah lain. Mengingat waktu itu tidak banyak seniman pengukir topeng. Hanya beberapa seniman yangmempunyai kemampuan mengukir topeng, seperti Yai Nata dari DusunSlelir. Di daerah Malang bagian utara hanya ada pengukir topeng yang ber-nama Reni. (Supriyanto & Adipramono. 1997:7, Onghokham, 1972). Di
daerah Malang bagian selatan dikenal pengukir topeng yang bernama Wiji. Pada tahun 1950-an muncul pengukir topeng bernama Kangseng dari Dusun Jabung. Sementara Karimoen dari Dusun Kedungmonggo mulai dikenal masyarakat luas sebagai pengukir topeng sejak tahun 1970-an (Murgiyanto,
Sal. 1982/1983). Kontak antara perkumpulan wayang topeng yang satu dengan wayang topeng yang lain disebabkan juga oleh kebutuhan pelatihan tari dan dalang. Seperti Samut, salah satu tokoh legendaris pemeran Gunungsari. Lelaki yang memiliki gerak-gerik yang luwes cenderung keputri-putrian banyak mem-bina perkumpulan wayang topeng di daerah Malang bagian timur. Tahun1940-an Samut getol membina banyak perkumpulan wayang topeng bersama dalang bernama Kek Tirtonoto (Kakek M. Soleh AP) anak dari Rusman.Salah satu tokoh yang populer sebagai penari kasar. Rusman selain dikenal sebagai penari kasar juga sangat terampil memainkan instrument pe- ngendang.Tokoh-tokoh tersebut bersama Kek Rakhim mengembangkan wayang topeng di Malang bagian timur hingga tahun l970-an (Wawancara dengan M. Soleh AP, tanggal 20 Agustus 2002). Sejumlah desa di wilayah Kabupaten Malang yang memiliki perkum-pulan wayang topeng adalah; Dampit, Precet, Wajak, Ngajum, Jatiguwi,Senggreng, Pucangsanga, Jabung, dan Kedungmongo. Pada akhir tahun1970-an, kecuali di Jabung dan Kedungmonggo, kehidupan wayang topengdi daerah-daerah lain nampak telah sangat menurun karena beberapa sebabsehingga dewasa ini para pemain dari desa-desa yang lain banyak yang ke-mudian bergabung dengan rombongan wayang topeng dari dua desa yang disebutkan terakhir, yaitu Jabung, Kecamatan Jabung bekas Kawedanan Tumpang dan Dusun Kedungmonggo, Desa Karangpandan, KecamatanPakisaji, bekas Kawedanan Kepanjen. (Murgiyanto & Munardi, 1978/1979:7-8). BERSAMBUNG .............
Robby Hidajat adalah dosen Jurusan Seni & Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
0 komentar:
Posting Komentar